Belajar dari Para Komika Stand Up Comedy dalam Berkomunikasi

Halo, Kawan Bicara! Hayo siapa yang yang tahu tentang film Comic 8(baca: eight) arahan Sutradara Anggi Umbara? film tersebut dibintangi oleh para pelaku stand up comedy yang sering disebut dengan komika.

Penulis tidak akan membahas terkait filmnya, namun ingin mengupas cara-cara aktor mereka yaitu para komika stand up comedy saat ‘manggung’ dalam menyampaikan materinya.

Perlu kamu ketahui, cara berkomunikasi sangat relevan dengan materi CCP (Ingin tahu lebih dalam? Ikuti kelas talkactive.id) yang telah dikemas oleh talkactive dalam metode CCP ( confident, content, dan performance)

Namun hal pertama yang ingin penulis bahas adalah masalah persona. Salah satu Komika, Actor, Sutradara, sekaligus Content Creator Raditya Dika pernah membahas bahwa, persona adalah hal yang penting bagi komika jika ingin mengembangkan karirnya.

Baca Artikel: Kenali Dirimu, Tunjukkan Personamu

Pada kompetisi seperti Stand Up Comedy Indonesia (SUCI), dan Stand up Comedy Academy (SUCA), Radit selalu menekankan masalah persona karena berkaitan dengan ciri khas para komika.

Kita ambil contoh seperti Dodit Mulyanto SUCI 4 dengan persona pemain biola, Rahmet juara kedua SUCI 5 dengan persona anak STM, Mister Gamaliel Suci 6 dengan persona Polisi, serta Deswin Faqih SUCI 7 dengan persona BNN. Dengan hal tersebut akan meninggalkan jejak dipikiran penonton karena mempunyai ciri khas yang unik.

Namun, Radit kembali menekankan masalah persona tidak menjamin akan membuat seorang komika menjadi sukses, hanya akan menambah peluang untuk melakukan ‘maintain’ agar karirnya stabil.

Nah, sekarang penulis ini akan membedah beberapa contoh penampilan komika saat beraksi. Kenapa penulis menyinggung CCP, karena kita akan mengupas masalah content dan performance dari mereka dalam berkomunikasi. Kenapa tidak menyinggung Confident? Karena untuk menjadi komika harus punya rasa percaya diri yang baik, sehingga tidak menjadi fokus pembahasan kita.

Untuk masalah content, dalam pengamatan penulis sangat erat dengan materi yang akan dilempar kepada audiens, untuk mengharapkan sebuah reaksi yang lucu. Pada materi tersebut terdiri dari bit(jokes) yang dimulai dari sebuah premis(kata pengantar yang difungsikan untuk membimbing penonton ke jokes yang mau dibawakan) hingga mengeluarkan punch line(bagian lucu dari jokes. Setelah membawakan Premis, Punchline lah yang berikutnya).

Namun, itu semua akan berjalan dengan sukses jika setup(bagian tidak lucunya dari jokes, setup itu sebenarnya beda dengan premis, tapi karena samar jadi tidak masalah) dibawakan secara pas dan waktu yang tepat. Mudah kan jika cuma dibayangkan? Namun, saat mencobanya tidak semudah itu, kawan bicara.

Selanjutnya terkait performance dimana para komika akan dinilai oleh audiens layak atau tidaknya dipandang sebagai komedian. Jika penulis menggunakan sebuah analogi, sama dengan seorang koki di restoran bintang lima namun penyajian serta kualitas rasanya sama seperti dipinggir jalan.

Bayangkan jika di dapurnya terdapat bahan-bahan dan bumbu kualitas bagus. Lalu, si koki punya wawasan hebat terkait aneka olahan untuk nasi goreng. Namun ia hanya menyajikan tidak sesuai dengan ekspetasi konsumen.

Begitu juga dengan komika, mereka dituntut penampilan yang bagus. Karena, untuk apa materi yang sudah dipersiapkan dengan matang, namun tak sampai maknanya kepada audiens?

Jika kita membahas masalah performance, para komika mempunyai cara yang unik dalam beraksi. Rata-rata yang mereka gunakan untuk pembukaan bisa dengan pengenalan, Rifing dan Ripping. Namun teknik Rifing dan Ripping biasanya digunakan oleh komika yang sudah berpengalaman.

Perlu kamu ketahui, Rifing adalah teknik mengambil perhatian penonton. Fungsinya supaya penonton mau mendengarkan dengan baik. Lalu cara Ripping digunakan untuk membalikkan ejekan penonton kepada kita yang sedang tampil, tapi dengan menjadikannya sebagai candaan (jokes) baru.

Biasanya Ripping digunakan jika performa terakhir komika meninggalkan kesan yang buruk sehingga harus diperbaiki pada penampilan selanjutnya.

Selanjutnya, kita akan membahas gaya para komika dalam menyampaikan materi. Kita mengenal Raditya Dika dan Panji Pragiwaksono sebagai komika kritis karena mengangkat topik dari sebuah keresahan.

Lalu, kita mengenal Ge Pamungkas Juara SUCI 2 dan Rahmet SUCI 5 yang terkenal dengan act-out(gesture dari sang comic, bisa dari mimik muka, suara, dan gerakan tubuh) saat melakukan penampilan. Mereka bisa mengekspresikan setiap narasi yang dibawakan seolah hidup, dan terkesan mengajak audiens merasa terlibat dalam materinya.

Kemudian ada komika unik yang menampilkan ekspresi unik seperti Dodit Mulyanto SUCI 4, Coki Anwar SUCI 7, dan Fianita SUCI 8. Mereka menggunakan ekspresi datar untuk menghibur audiens.

Salah satu juri kompetisi SUCI Indro Warkop, menjelaskan bahwa persona seperti itu sangat susah dibawakan secara konsisten karena mereka sering kesusahan saat melakukan sebuah roasting(sebuah moment ketika komika harus mentertawakan objek sebagai tujuan komedi).

Karena, jika bit mereka saat tampil tidak membuat reaksi positif audiens, proses recovery dalam membuat bit baru akan lama prosesnya, apalagi saat kompetisi waktu yang disediakan sangat terbatas.

Kamu tidak lupa dengan tipikal komika yang membawa materi secara absurd seperti Fico SUCI 3 dan Indra Frimawan SUCI 5? Mereka bisa disebut komika yang pintar mengambil resiko dimana penonton dipaksa mengeri bit yang disampaikan, karena jika audiens tidak paham akan berakibat kegagalan pada komika tersebut.

Kesimpulannya, penulis menilai para komedian punya cara tersendiri dalam berkomunikasi dalam konteks penampilan Stand Up Comedy. Ini perlu penulis garisbawahi, bahwa komedi bukanlah sebuah hal sederhana dimana sekedar membuat suasana lucu.

Indro warkop sering mengingatkan jangan pernah ‘trying to be funny’, karena berisiko fatal dan audiens tidak memberikan respon yang positif. Bagaimana pendapatmu Kawan Bicara?

Sumber gambar: anantafitri.com

Share This:

Halo, Kawan Bicara! Hayo siapa yang yang tahu tentang film Comic 8(baca: eight) arahan Sutradara Anggi Umbara? film tersebut dibintangi oleh para pelaku stand up comedy yang sering disebut dengan komika.

Penulis tidak akan membahas terkait filmnya, namun ingin mengupas cara-cara aktor mereka yaitu para komika stand up comedy saat ‘manggung’ dalam menyampaikan materinya.

Perlu kamu ketahui, cara berkomunikasi sangat relevan dengan materi CCP (Ingin tahu lebih dalam? Ikuti kelas talkactive.id) yang telah dikemas oleh talkactive dalam metode CCP ( confident, content, dan performance)

Namun hal pertama yang ingin penulis bahas adalah masalah persona. Salah satu Komika, Actor, Sutradara, sekaligus Content Creator Raditya Dika pernah membahas bahwa, persona adalah hal yang penting bagi komika jika ingin mengembangkan karirnya.

Baca Artikel: Kenali Dirimu, Tunjukkan Personamu

Pada kompetisi seperti Stand Up Comedy Indonesia (SUCI), dan Stand up Comedy Academy (SUCA), Radit selalu menekankan masalah persona karena berkaitan dengan ciri khas para komika.

Kita ambil contoh seperti Dodit Mulyanto SUCI 4 dengan persona pemain biola, Rahmet juara kedua SUCI 5 dengan persona anak STM, Mister Gamaliel Suci 6 dengan persona Polisi, serta Deswin Faqih SUCI 7 dengan persona BNN. Dengan hal tersebut akan meninggalkan jejak dipikiran penonton karena mempunyai ciri khas yang unik.

Namun, Radit kembali menekankan masalah persona tidak menjamin akan membuat seorang komika menjadi sukses, hanya akan menambah peluang untuk melakukan ‘maintain’ agar karirnya stabil.

Nah, sekarang penulis ini akan membedah beberapa contoh penampilan komika saat beraksi. Kenapa penulis menyinggung CCP, karena kita akan mengupas masalah content dan performance dari mereka dalam berkomunikasi. Kenapa tidak menyinggung Confident? Karena untuk menjadi komika harus punya rasa percaya diri yang baik, sehingga tidak menjadi fokus pembahasan kita.

Untuk masalah content, dalam pengamatan penulis sangat erat dengan materi yang akan dilempar kepada audiens, untuk mengharapkan sebuah reaksi yang lucu. Pada materi tersebut terdiri dari bit(jokes) yang dimulai dari sebuah premis(kata pengantar yang difungsikan untuk membimbing penonton ke jokes yang mau dibawakan) hingga mengeluarkan punch line(bagian lucu dari jokes. Setelah membawakan Premis, Punchline lah yang berikutnya).

Namun, itu semua akan berjalan dengan sukses jika setup(bagian tidak lucunya dari jokes, setup itu sebenarnya beda dengan premis, tapi karena samar jadi tidak masalah) dibawakan secara pas dan waktu yang tepat. Mudah kan jika cuma dibayangkan? Namun, saat mencobanya tidak semudah itu, kawan bicara.

Selanjutnya terkait performance dimana para komika akan dinilai oleh audiens layak atau tidaknya dipandang sebagai komedian. Jika penulis menggunakan sebuah analogi, sama dengan seorang koki di restoran bintang lima namun penyajian serta kualitas rasanya sama seperti dipinggir jalan.

Bayangkan jika di dapurnya terdapat bahan-bahan dan bumbu kualitas bagus. Lalu, si koki punya wawasan hebat terkait aneka olahan untuk nasi goreng. Namun ia hanya menyajikan tidak sesuai dengan ekspetasi konsumen.

Begitu juga dengan komika, mereka dituntut penampilan yang bagus. Karena, untuk apa materi yang sudah dipersiapkan dengan matang, namun tak sampai maknanya kepada audiens?

Jika kita membahas masalah performance, para komika mempunyai cara yang unik dalam beraksi. Rata-rata yang mereka gunakan untuk pembukaan bisa dengan pengenalan, Rifing dan Ripping. Namun teknik Rifing dan Ripping biasanya digunakan oleh komika yang sudah berpengalaman.

Perlu kamu ketahui, Rifing adalah teknik mengambil perhatian penonton. Fungsinya supaya penonton mau mendengarkan dengan baik. Lalu cara Ripping digunakan untuk membalikkan ejekan penonton kepada kita yang sedang tampil, tapi dengan menjadikannya sebagai candaan (jokes) baru.

Biasanya Ripping digunakan jika performa terakhir komika meninggalkan kesan yang buruk sehingga harus diperbaiki pada penampilan selanjutnya.

Selanjutnya, kita akan membahas gaya para komika dalam menyampaikan materi. Kita mengenal Raditya Dika dan Panji Pragiwaksono sebagai komika kritis karena mengangkat topik dari sebuah keresahan.

Lalu, kita mengenal Ge Pamungkas Juara SUCI 2 dan Rahmet SUCI 5 yang terkenal dengan act-out(gesture dari sang comic, bisa dari mimik muka, suara, dan gerakan tubuh) saat melakukan penampilan. Mereka bisa mengekspresikan setiap narasi yang dibawakan seolah hidup, dan terkesan mengajak audiens merasa terlibat dalam materinya.

Kemudian ada komika unik yang menampilkan ekspresi unik seperti Dodit Mulyanto SUCI 4, Coki Anwar SUCI 7, dan Fianita SUCI 8. Mereka menggunakan ekspresi datar untuk menghibur audiens.

Salah satu juri kompetisi SUCI Indro Warkop, menjelaskan bahwa persona seperti itu sangat susah dibawakan secara konsisten karena mereka sering kesusahan saat melakukan sebuah roasting(sebuah moment ketika komika harus mentertawakan objek sebagai tujuan komedi).

Karena, jika bit mereka saat tampil tidak membuat reaksi positif audiens, proses recovery dalam membuat bit baru akan lama prosesnya, apalagi saat kompetisi waktu yang disediakan sangat terbatas.

Kamu tidak lupa dengan tipikal komika yang membawa materi secara absurd seperti Fico SUCI 3 dan Indra Frimawan SUCI 5? Mereka bisa disebut komika yang pintar mengambil resiko dimana penonton dipaksa mengeri bit yang disampaikan, karena jika audiens tidak paham akan berakibat kegagalan pada komika tersebut.

Kesimpulannya, penulis menilai para komedian punya cara tersendiri dalam berkomunikasi dalam konteks penampilan Stand Up Comedy. Ini perlu penulis garisbawahi, bahwa komedi bukanlah sebuah hal sederhana dimana sekedar membuat suasana lucu.

Indro warkop sering mengingatkan jangan pernah ‘trying to be funny’, karena berisiko fatal dan audiens tidak memberikan respon yang positif. Bagaimana pendapatmu Kawan Bicara?

Sumber gambar: anantafitri.com

Share This:

More Articles

News

No results found.
Buka
Butuh Bantuan?
Halo, Kawan Bicara!
Ada yang bisa kami bantu?