Seperti yang dilansir dari m.rri.co.id, dijelaskan bahwa Timnas Indonesia U-16 hasil racikan pelatih Bima Sakti pada akhir tahun lalu masih banyak kekurangan yakni terkait komunikasi antar pemain yang kurang baik menjadi masalah utama mengapa permainan timnya kurang bagus.
Menurut mantan pemain tengah klub Swedia Helsingborgs IF tersebut, suara pemainnya dalam berkoordinasi sering tidak terdengar meskipun pertandingan digelar di stadion kosong. Padahal komunikasi di tengah lapangan saat berlaga menjadi salah satu penentu sebuah tim bisa mendapatkan hasil yang optimal.
Dari peristiwa di atas kita mendapat perspektif baru bahwa komunikasi menjadi vital karena tidak hanya mencakup dunia kerja di perkantoran saja, namun juga di pekerjaan lapangan seperti dunia olahraga, khususnya Sepakbola.
Jika kita telusuri secara sederhana, permainan mengolah bola dengan kaki ini juga dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi. Dimulai dari tindakan para pemain, pelatih, wasit, sampai supporter yang berteriak menyerukan nama tim yang didukung.
Kita bisa mencontohkan berbagai selebrasi yang dilakukan para pemain sesaat setelah mencetak gol. Diving Luis Suarez di hadapan David Moyes, saat Liverpool kontra Everton tahun 2012 lalu. Sepintas terlihat aneh bagaimana striker Liverpool ini menjatuhkan dirinya di hadapan bench pemain Everton. Dengan selebrasi diving yang dia lakukan, mungkin mencoba berucap bahwa dia masih mampu membuat kagum penonton sepak bola dengan golnya, walaupun sering jatuh.
Saat ini, kita membahas permasalahan komunikasi yang biasa terjadi akibat tindakan wasit dalam memimpin pertandingan sepakbola. Pernakah kita mendengar atau bahkan merasakan wasit yang berat sebelah?
Sejatinya wasit merupakan pengatur lapangan yang adil. Namun, pada beberapa pertandingan bisa saja dianggap oleh penonton atau pemain memihak kepada salah satu tim. Anggapan inilah yang disebut pemberian makna dari komunikan(audiens).
Gol tangan tuhan sang legenda sepakbola Maradona ke gawang Inggris di piala dunia 1986 menjadi salah satu buah simalakama bagi seorang wasit. Berapa banyak warga Inggris yang mengecam tindakan wasit saat itu?
Caci maki mungkin tertuju pada hakim yang saat itu menggunakan baju berwarna hitam, namun gol tetaplah gol dan tidak dapat diganggu gugat. Hal inilah menjadi salah satu faktor kekalahan Inggris saat itu. Lalu bagaimana di Indonesia? Di Indonesia sudah dianggap biasa kejadian pengeroyokan wasit karena sebagai pemimpin pertandingan, ia tidak memiliki tekad yang bulat dalam memberikan pesan kepada pemain dan supporter.
Dari pembahasan wasit, kita beralih membahas supporter, dimana mereka rela berteriak, bahkan sampai rela mati demi tim yang didukungnya. Dukungan berupa nyanyian, gerakan, banner atau spanduk, bendera, bahkan hal-hal kecil seperti asesoris pun mampu dikategorikan menjadi komunikasi.
Spanduk yang mereka bawa mengandung kata-kata serta gambar indah nan menarik untuk memberikan pesan-pesan tersirat ketika dibentangkan. Bukan hanya spanduk, tambahan lain kerap hadir pada saat pertandingan sepak bola, sebut saja maskot tim yang diletakan di samping lapangan oleh supporter terkait.
Hal di atas merupakan sedikit dari berbagai hal yang menyangkut ilmu komunikasi di dunia sepak bola. Semoga kita bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk tidak seenaknya dalam mengambil makna. Hal ini agar menjadi langkah menuju sepak bola yang lebih indah, dan lebih baik.
Source: RRI online, sport.detik.com